Kawal Putusan MK, Angin Segar Untuk Demokrasi Indonesia
Reza Pratama Putra
Putusan Mahmakah Kostitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang cukup mengejutkan masyarakat ditengah dekatnya waktu pencalonan kepala daerah di tingkat Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota dan Walikota di Seluruh Indonesia yang akan dilaksanakan pada 27-29 Agustus 2024 mendatang, Mahkamah Kostitusi telah mengabulkan permohonan perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Judicial review ini dilakukan oleh Partai yang tidak lolos ambang batas minimal untuk mendudukan calonnya di kursi DPR, yaitu Partai Buruh dan Partai Gelora.
Mahkamah Konstitusi adalah pemegang tunggal lembaga yang berhak untuk meguji Undang-undang atas Undang-undang Dasar sesuai dengan amanat Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”
Putusan Mahmakah Konstitusi ini mengubah Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dikarenakan adanya pembatasan hak warga Negara yang ingin mencalonkan kepala daerah yang harus memilki presentasi kursi di DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, dengan itu Mahkamah Konstitusi memutuskan persyaratan tidak lagi harus memiliki jumlah kursi 20% dari total jumlah kursi atau 25% suara sah, tetapi cukup dengan partai politik harus memiliki suara sah 10% untuk wilayah yang memiliki pemilih 2 juta jiwa, angka tersebut akan semakin turun dengan banyaknya jumlah pemilih di suatu wilayah.
Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini membawa angin segar untuk demokrasi Indonesia untuk meminimalisir kotak kosong di setiap daerah dan mengurangi potensi kecurangan paslon yang ingin membuat lawan politiknya tidak mendapatkan kendaraan politik karena besarnya syarat yang dibebankan untuk dapat berlaga di pemilihan kepada daerah, pemaksimalan kader partai politik juga dapat berjalan karena setiap partai atau gabungan partai politik dapat mengusung kadernya masing-masing terutama untuk partai kecil, tanpa harus ikut dalam koalisi yang besar/petahana karena tidak ada pilihan lain.
Angin segar demokrasi Indonesia ini disambut kurang baik oleh para legislator sebagai presentatif dari masayrakat Indonesia, mereka seolah telah mempersiapkan tameng untuk merevisi putusan Mahkamah Konstitusi yang telah final dan mengikat serta otomatis berlaku, tetapi DPR secara tiba-tiba melakukan rapat paripurna untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada pada 22 Agustus 2024 hal ini menimbulkan politik di masyarakat, DPR dianggap ingin membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Dalam Putusan Ini Dari 7 Hakim Yang Memeriksa Dan Mengadili Uji Materiil Ini 5 Bersepakat Dan 1 Hakim, Yakni Guntur Hamzah Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) Dan Daniel Yusmic P. Foekh Memiliki Alasan Berbeda (Concurring Opinion), ini membuktikan kuatnya putusan ini karena dominan hakim mengabulkan permohonan tersebut.
Setiap pasti tidak memuaskan semua pihak, apalagi pihak yang memilki kepentingan politik yang dirugikan atas keputusan Mahkamah Konstitusi, seburuk apapun putusan Mahmakah Konstitusi harus dijalankan di dipatuhi karena tidak ada upaya hukum untuk membatalkan putusan tersebut, kecuali adanya putusan Mahmakah Konstitusi yang membatalkan putusan tersebut, Putusan Mahmakah Konstitusi yang mencederai konstitusi adalah putusan saat adanya perubahan syarat untuk menjadi Presiden atau Wakil Presiden, putusan itu harus kita hormati dan jalankan karena telah menjadi norma yang berlaku di Indonesia.
Karena itu putusan Mahkamah Konstitusi yang mencerminkan rasa keadilan ditengah masyarakat harus dikawal karena adanya upaya untuk merubah putusan tersebut dengan cara apapun, DPR sebagai perwakilan rakyat harus mendengar apa yang diinginkan masyarakat bukan mengedepankan kepentingan partai/kelompok tertentu, karena bagaimanapun DPR yang memilih adalah rakyat dirinya memiliki kebebasan untuk berpendapat dan tidak boleh diarahkan oleh partai politik.
Dewan Perwakilan Rakyat harus memegang teguh amanah Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945 “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” DPR dengan badan legislasi (BALEG) banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan banyak masih banyak Peraturan yang harus di selesaikan oleh DPR yang berhubungan dengan nasib orang banyak, jangan terkesan DPR cepat membahas peraturan yang berhubungan dengan kepentingan politik tetapi sangat sulit mengesahkan Undang-undang yang di cita-citakan masyarakat.
Penulis: Reza Pratama Putra
Mahasiswa Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman