ESDM Kaltim Akui Kritik Jadi Peluang untuk Berbenah dalam Pengawasan Tambang

SAMARINDA, jendelakaltim.id – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kalimantan Timur menegaskan komitmennya agar terus memperbaiki sistem pengawasan sektor pertambangan di daerah. Hal itu disampaikan dalam kegiatan Ngopi Minggu dan Diskusi bertajuk “Pengawasan Pertambangan, Pemerintah Ngapain Aja? Potret Pengawasan Aktivitas Tambang di Kalimantan Timur” yang digelar Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Kaltim di Bagios Caffe, Jalan KH Abdurrasyid, Samarinda. Minggu (12/10/25).
Kepala Dinas ESDM Kaltim, Bambang Arwanto, melalui Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Minerba) ESDM Kaltim, Achmad Prannata menyebut, kegiatan diskusi seperti ini sangat penting agar membangun komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat.
“Acara ini menjadi wadah untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat, sekaligus memberikan masukan kepada pemerintah. Banyak kritik yang kami terima terhadap Dinas ESDM, namun itu kami anggap sebagai peluang untuk tumbuh dan memperbaiki diri, bukan serangan pribadi,” ujarnya.
Ia menegaskan, kritik yang konstruktif sangat dibutuhkan agar ESDM dapat terus meningkatkan transparansi dan efektivitas dalam pengawasan tambang di Kalimantan Timur.
“Kritik yang membangun dapat membantu menyadari kelemahan, memperluas sudut pandang, dan mendorong perbaikan,” tambahnya.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR RI dari Dapil Kaltim, Syafruddin, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menyoroti persoalan keadilan pada pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan. Ia menilai pembagian DBH saat ini belum sepenuhnya mencerminkan kontribusi besar Kaltim terhadap pendapatan negara.
“Sebagai anggota Badan Anggaran, saya akan menyuarakan persoalan ini. Kaltim memiliki banyak sumber daya, tapi pembagian DBHnya tidak sebanding. Kita akan mendorong agar pemerintah pusat, melalui Kementerian ESDM, meninjau ulang mekanisme ini,” tegasnya.
Syafruddin juga menyinggung perlunya pembahasan terkait dana yang disebutnya sebagai “dana jaminan reklamasi (Jamrek)” yang masih berada di kas negara. Ia berharap dana tersebut bisa diarahkan ke sektor-sektor riil agar berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi daerah.
Diskusi tersebut dihadiri berbagai kalangan, mulai dari aktivis, akademisi, hingga pegiat lingkungan. Forum itu menjadi ajang terbuka untuk membedah berbagai persoalan pertambangan di Kaltim, termasuk transparansi izin, pengawasan lapangan, hingga dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan.
Terbukanya ruang dialog seperti ini, diharapkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dapat semakin kuat dalam mewujudkan tata kelola pertambangan yang lebih baik di Kaltim. (yud)